Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

40% Suntik di Dunia Ternyata tak Aman  

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun ada antara 12-16 miliar injeksi (suntikan) digunakan di seluruh dunia.

Dari jumlah itu, 40% di antaranya tidak aman dan membahayakan kesehatan pasien. Ashok K Patwari, guru besar dan senior program consultant International Clinical Epidemology Network (INCLEN), mengatakan injeksi atau suntik yang tidak aman tersebut mengakibatkan 80-160 ribu orang terinfeksi virus HIV. Selain itu, 2,3 juta hingga 4,7 juta orang tertular Hepatitis C dan 8 juta hingga 16 juta orang tertular Hepatitis B.

"Kebanyakan suntik yang tidak aman karena dosis yang tidak tepat serta penggunaan jarum suntik lebih dari satu kali," kata Ashok dalam seminar nasional on Patient Safety yang diselenggarakan Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta di Hotel Jogja Plaza, Kamis (30/8). Ashok menambahkan beberapa kategori suntik yang tidak aman, selain tingkat kebersihan yang tidak bersih juga pemeliharaan serum yang tidak baik. Selain itu sering kali serum terkontaminasi sehingga tidak lagi bersih. Juga kerap terjadi pemberian injeksi juga tidak teradministrasi dengan baik. Dengan kondisi seperti ini, Ashok menilai pemberian injeksi harus benar-benar hati-hati. Meski diakui suntik cukup efektif dalam sistem pengobatan, namun cara ini juga mempunyai tingkat risiko yang cukup tinggi. "Lebih baik hentikan injeksi yang tidak penting," tegasnya. Kesalahan pengobatan tinggi Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Iwan Dwiprahasto mengatakan tingkat kesalahan pengobatan atau medication error di Indonesia juga cukup tinggi. Studi yang dilakukan FK UGM antara 2001-2003 menunjukkan medication error mencapai 5,07. Dari jumlah itu 0,25 berakhir fatal hingga kematian. "Dalam studi yang dilakukan pada 1.116 rumah sakit ditemukan medication error terjadi pada 97 pasien ICU antara lain dalam bentuk dosis yang tidak tepat," kata Iwan. Menurut Iwan, medication error juga tinggi pada saat pasien menjalani sectio sesarea, yang mencapai 56 dan umumnya berupa kesalahan dalam penentuan waktu pemberian antibiotic profilaksi. Dampak dari kesalahan proses pengeobatan ini, ujar Iwan, cukup beragam, mulai dari keluhan ringan hingga kejadian serius yang memerlukan perawatan rumah sakit atau bahkan kematian. Di Amerika, menurut data The Institute of Mecdicine, setiap tahun medical error menyebabkan kematian pada 44-98 ribu penduduk.