Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

Peningkatan Program Kesehatan Masyarakat bagi Kabupaten/ Kota dengan Human Proverty Index (HPI) Tinggi  

Program Kesehatan Masyarakat adalah bagian dari program pembangunan kesehatan nasional. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan, dengan titik berat pada upaya peningkatan kualitas hidup dan pencegahan penyakit, disamping pengobatan dan pemulihan. Oleh karena itu program Kesmas perlu ditingkatkan agar status kesehatan masyarakat terus meningkat, terutama bagi wilayah/daerah dimana Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB) serta Umur Harapan Hidup rendah, sebagai indikator yang berperan dalam Human Proverti Index (HPI).

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2000, Angka Harapan Hidup di Provinsi NTB dalam periode 5 (lima) tahunan menduduki posisi yang terendah, dibandingkan dengan provinsi lain yaitu : 51,29 tahun (1992), 55,07 tahun (1997), dan perkiraan pada tahun (2002) sebesar 63,88.

Sebagai perbandingan Angka Haran Hidup yang tertinggi adalah provinsi DI Yogyakarta yaitu 74,17 tahun (estimasi untuk tahun 2002). Selain itu berdasarkan data dari buku Indonesia Human Development Report tahun 2001 (BPS, 2001), jika dibandingkan antar provinsi di Indonesia, HPI untuk provinsi NTB tahun 1995 dan 1998 menduduki peringkat ke-25 dari 26 Provinsi, yaitu 34,9 tahun (1995) dan 33,7 tahun (1998). Sedangkan provinsi NTT peringkat ke-21, yaitu 29,9 tahun (1995) dan 15,5 tahun (1998). Demikian juga dengan Human Development Index (HDI), tahun 1996 dan 1999, provinsi NTB menduduki peringkat ke 26 (terakhir), yaitu 56,7 (1996) dan 54,2 (1999). Sementara provinsi NTT menduduki peringkat ke-24, yaitu 60,9 tahun (1996) dan 60,4 tahun (1999), sedangkan yang terbaik adalah DKI Jakarta yaitu 76,1 tahun (1966) dan 72,5 tahun (1999).

Hal tersebut mengemuka dalam Pertemuan Pengembangan Program Kesehatan Masyarakat Bagi Kabupaten/Kota dengan HPI Tinggi di Mataram � NTB pada tanggal 3 � 5 September 2003 yang lalu. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk meningkatkan pelaksanaan melalui kesamaan pemahaman/ persepsi, dan merupakan koordinasi pengembangan program antara pengelola program Kesmas tingkat pusat dan daerah.

Pertemuan diikuti 50 peserta dari pusat dan daerah, yang memperoleh masukan materi mengenai program-program kesehatan dari Ses. Ditjen Bina Kesmas, Kadinkes Prop. NTB, presentasi propinsi dan kabupaten/kota di NTB dan NTT yang memberikan gambaran pelaksanaan, masalah dan pemecahan program kesehatan masyarakat di Kab/Kota dalam tatanan otonomi.

Dalam kesempatan tersebut Ses.Ditjen Bina Kesmas mengemukakan bahwa tujuan program (khusus Kesmas) adalah terselenggaranya upaya kesehatan (masyarakat) untuk Mencapai Sehat 2010. Sementara sasarannya adalah semakin mantapnya kebijakan pengembangan program Kesmas, terlaksananya program/proyek/kegiatan sesuai standar, acuan, juklak dan didapatnya informasi program Kesmas dari pencatatan-pelaporan, bimbingan teknik dan sumber lain. Lingkup terkait dengan Ditjen Bina Kesmas adalah pengembangan kebijakan dan manajemen Program Kesehatan Masyarakat. Menurutnya guna mengantisipasi pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan baik, diperlukan adanya persepsi dan pemahaman yang sama antara para pengelola program kesmas di pusat dan daerah. Selain itu agar upaya peningkatan derajat kesehatan dapat berjalan secara efektif dan efisien diperlukan adanya penyesuaian dengan diberlakukannya tatanan otonomi.

Pertemuan ini menurut Ses.Ditjen mempunyai 3 (tiga) maksud utama yaitu : selain untuk meningkatkan pelaksanaan program kesmas melalui kesamaan pemahaman/ persepsi tentang program kesmas di era desentralisasi ; juga merupakan kesempatan untuk sharing informasi tentang pelaksanaan program Kesmas di Kabuipaten/Kota, karena dapat mendengarkan dan berdialog secara langsung dengan teman-teman di lapangan. Ia juga mengharapkan agar seluruh jajaran Dinas Kesehatan Propinsi NTB dan NTT dapat lebih memahami ruang lingkup program kesmas, juga dapat mengkaji kembali perencanaan program kesmas khususnya untuk tahun 2004,agar disesuaikan dengan anggaran yang semakin terbatas, dengan memprioritaskan kepada kesinambungan program seperti program Kesehatan Keluarga, pelayanan kesehatan bagi Keluarga Miskin dan sebagainya.

Berdasarkan presentasi dan dialog yang berkembang selama pertemuan, disimpulkan bahwa :

1. Pelayanan kesehatan di NTB dan NTT menunjukkan angka yang cukup baik, namun dikaitkan dengan angka IMR, MMR dengan beberapa indikator kemiskinan, terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karena itu perlu diselusuri permasalahan terjadinya kesenjangan tersebut.
2. Peningkatan sarana fisik pelayanan kesehatan perlu dibarengi dengan peningkatan manajemen, SDM dan lain-lain, sehingga upaya tersebut tidak menimbulkan masalah baru.
3. Peningkatan anggaran perlu terus dilakukan khususnya di Kab/Kota guna membiayai program Kesmas. Sumber biaya perlu digali, sehingga tidak terlalu bergantung kepada APBN yang anggarannya sangat terbatas.
4. Struktur boleh berbeda-beda, namun prioritas program Kesmas harus tetap dapat diakomodir, utamanya program-program dengan komitmen nasional dan global.
5. Gerakan Sekolah Sehat (GSS) merupakan asset SDM di usia sekolah, oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan memperkuat manajemen maupun sosialisasinya.
6. Permasalahan bidan di desa perlu ada kejelasan, baik status maupun kewenangannya, termasuk kualifikasinya.
7. Pelatihan tenaga perawat menjadi tenaga penolong persalinan, perlu dikaji kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
8. Perlu ada kajian mengenai konsep Polindes termasuk standar bangunan.
9. Perlu dirumuskan indicator HPI yang secara langsung berkaitan dengan upaya Kesmas.