Pada pertengahan tahun 1970-an beberapa pakar melaporkan adanya tanda bahwa polusi udara mungkin lebih berbahaya di dapur rata-rata rumah dibanding di luar rumah yang dekat dengan jalan raya (Haryoto, 1995 : 50) . Adapun sumber polusi dalam rumah adalah pembakaran dalam rumah untuk keperluan memasak dan pemanas ruangan. Gas alam yang merupakan bahan bakar yang paling umum digunakan terutama menghasilkan nitrogen dioksida dan karbon monoksida bersama dengan produk pembakaran yang tidak berbahaya. Jika kayu dibakar dalam suatu perapian atau untuk memasak (yang dilakukan dibanyak negara), selain polutan tersebut akan ditambahkan lagi partikulat dan sejumlah besar hidrokarbon. Paparan karbon monoksida selama masa kehamilan “mungkin” berhubungan dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan mungkin mengurangi kemampuan mental anak (WHO, 1996)
Apakah Carbon Monoksida itu ?
CO adalah gas yang mudah terbakar,tidak berwarna dan tidak berbau. CO ada dimana mana di sekitar lingkungan kita, diproduksi oleh pembakaran yang tidak sempurna. Menurut Lioy dan Daisey (1987) Karbon Monoksida dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar fosil. Sedangkan menurut Manahan (1992) karbon monoksida adalah gas industri beracun yang diproduksi oleh pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar carbonous. Sumber karbon monoksida dari lingkungan diluar tempat kerja adalah pemanas ruangan, tungku perapian dan pembakaran mesin, batu bara, kayu bakar, juga dihasilkan dari dalam tubuh oleh katabolisme dari hemoglobin dan protein heme.
Standar utama untuk udara ambien dari karbon monoksida adalah 9 ppm untuk rata-rata waktu 8 jam, dan 35 ppm untuk standar waktu 1 jam (Nebel dan Wright, 1993), sedangkan WHO merekomendasikan sebagai berikut,
a.100 mg/m3 (87 ppm) selama 15 menit
b. 60 mg/m3 (52 ppm) selama 30 menit
a. 30 mg/m3 (26 ppm) selama 1 jam
b. 10 mg/m3 (9 ppm) selama 8 jam
Berdasarkan “Fairbank North Star Borough Environmental Services “ (Tom Gosink, 1983) menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Kualitas udara baik, kandungan CO kurang dari 9 ppm
b. Kualitas udara sedang, kandungan CO 9 – 15 ppm
c. Kualitas udara buruk, kandungan CO lebih dari 15 ppm.
Menurut WHO (1999) ada kesamaan antara asap rokok dengan asap dari bahan pembakaran biomassa. Pemakaian bahan bakar kayu dan arang untuk keperluan memasak di wilayah perkotaan maupun pedesaan secara rata-rata adalah 87,4 % dari total penggunaan bahan bakar pada tahun 1971 kemudian menjadi 70,9 % pada tahun 1990 (Depkes, 1997). Berdasarkan survei pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga di Jawa Tengah tahun 1999, pengeluaran rata-rata per Kapita untuk pembelian kayu bakar dan bahan bakar lain adalah Rp. 3.093. lebih tinggi dari pengeluaran untuk minyak tanah (Rp 1.093) dan LPG (Rp. 43).
Di negara –negara berkembang, masalah polusi udara dalam ruangan yang penting adalah polusi dalam rumah, dimana ada yang memasak dan atau membakar kayu untuk pemanasan tanpa cerobong asap yang memadai. Menurut Sumarwoto (2001), pengunaan bahan bakar biomassa (BBB) pada tingkat nasional sekitar 80 % jumlah rumah tangga menggunakan BBB yang terdiri atas kayu, residu pertanian, dan arang. Di daerah perdesaan lebih dari 90 % rumah tangga (BPS,1990). Pembakaran kayu bakar menghasilkan antara lain, CO, SO2, NOx, ammonia, HCL, hidrokarbon, antara lain formaldehide, benzene, dan benzo(a)pyrene yang merupakan karsinogen potensial dan partikulat (SPM=suspended particulate matter). SPM , hidrokarbon dan CO dihasilkan dalam kadar yang tinggi.
Metabolisme dan Interaksi Biokimia
Lebih kurang 80 % - 90 % dari jumlah CO yang diabsorbsi berikatan dengan hemoglobin, membentuk carboxyhemoglobin (HbCO). HbCO menyebabkan lepasnya ikatan oxyhemoglobin dan mereduksi kapasitas transport oksigen dalam darah. Afinitas ikatan karbon monoksida dan hemoglobin adalah 200 – 250 kali dari oksigen (WHO,1996), 200-300 kali (Kindwall,1994 ), 200 kali (James,1985). Karbon monoksida masuk kedalam aliran darah melalui paru-paru dan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) dengan reaksi sebagai berikut :
O2 + CO COHb + O2 (Manahan,1992)
Carboxyhemoglobin beberapa kali lebih stabil dibandingkan dengan oxyhemoglobin sehingga reaksi ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 kepada jaringan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar karbon monoksida 60 bpj selama 8 jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh darah itu turun sebanyak 15 % , sama dengan kehilangan darah sebanyak 0,5 liter (A. Tresna S,1991). Paparan dari karbon monoksida menghasilkan hypoxia pada jaringan. Hypoxia menyebabkan efek pada otak dan perkembangan janin. Efek pada sistem kardiovaskuler terjadi pada HbCO kurang dari 5 % ( WHO,1996).
Efek Toksik
Kombinasi dari penurunan kapasitas oksigen yang dibawa dalam darah, merusak pelepasan oksigen ke jaringan dan mempengaruhi proses oksidasi intraselular yang menyebabkan hypoxia jaringan merupakan proporsi antara HbCO jenuh dan kebutuhan oksigen. Otak, system cardiovascular, kelenturan otot skeletal, dan perkembangan janin adalah jaringan yang paling sensitive terhadap hypoxia (WHO, 1996). Dengan demikian toksik efek berhubungan dengan fungsi neurobehavioural, kapasitas latihan cardiovascular, dan efek- efek pada pertumbuhan. Seorang peneliti menemukan bahwa, anjing yang terpapar 100 ppm karbon monoksida selama 5,75 jam/hari, selama 6 hari perminggu untuk waktu 11 minggu menunjukkan tidak ada perubahan elektroenchephalographic tetapi menunjukkan kegagalan psychomotor dan kerusakan cerebral corteal yang cenderung diikuti kerusakan jalan pembuluh darah (Kindwall, 1994).
Lebih lanjut paparan karbon monoksida dapat mereduksi kapasitas penampilan aktifitas fisik pada level diatas 2,5 %. Orang dengan penyakit arteri coronary sangat sensitif terhadap karbon monoksida. Penurunan waktu pelatihan terhadap serangan anguna atau ischemia telah diamati pada HbCO level serendah 3 % dan peningkatan ventricular arrythmias pada HbCO level 6%. Menurut Manahan (1992) kadar 100 ppm menyebabkan pusing, sakit kepala dan kelelahan ; kadar 250 ppm menyebabkan kehilangan kesadaran ; dan kematian cepat pada 1000 ppm.
Menurut Sodeman (1995), jaringan yang paling mudah mengalami kerusakan oleh gas CO adalah otak dan miokardium karena kedua jaringan ini mengkonsumsi oksigen paling banyak. Kelainan serebral atau miokardial yang sudah ada sebelumnya merupakan faktor predisposisi terjadinya akibat-akibat merugikan pada kadar yang tidak menimbulkan gangguan pada orang normal. Gejala sisa lanjut mencakup demielinasi yang fatal, disfungsi serebral permanen, neuropati perifer dan bebagai akibat terhadap sistem hantaran jantung. Gas CO juga memegang peranan penting sebagai penyebab aterosklerosis. Timbunan kolesterol dalam aorta pada kelinci semakin dipercepat oleh anoksia akibat menurunnya tekanan parsial O2 atau akibat sedikit meningkatnya gas CO dalam atmosfer. Anoksia akan meningkatkan permeabilitas dinding arteri terhadap protein serum kalau diukur dengan protein berlabel isotop. Paparan kronis terhadap gas CO kadar rendah dapat menimbulkan akibat yang bermakna pada pembuluh pembuluh arteri lewat keadaan hipoksia derajat ringan. Pasien yang sudah menderita penyakit koroner dengan angina pektoris mempunyai batas keamanan yang kecil sehingga peningkatan kadar COHb dapat mencetuskan serangan nyeri iskemik.
Berikut pengaruh CO Hb ( dalam %) terhadap kesehatan :
- < 1,0 :Tidak ada pengaruh
- 1,0 – 2,0 :Penampilan agak tidak normal
- 2,0 – 5,0 :Pengaruhnya terhadap sistem syaraf sentral, reaksi panca indra tidak
normal, pandangan kabur.
- 5,0 : Perubahan fungsi jantung
- 10,0 -80,0 : Kepala pusing, mual, berkunang-kunang,pingsan,kesukaran
bernafas,kematian
(Sumber : Philip Kristanto ( 2002), Ekologi Industri.)
Persentase ekuilibrium COHb di dalam darah manusia yang mengalami kontak
dengan CO pada konsentrasi kurang dari 100 ppm dapat ditentukan berdasarkan
persamaan sebagai berikut :
% COHb dalam darah = 0,16 x [konsentrasi CO diudara(ppm)] +0,5
Nilai 0,5 merupakan persentase normal COHb dalam darah.
Berdasarkan rumus tersebut konsentrasi CO di udara dengan konsentrasi COHb di dalam darah dapat digambarkan sebagai berikut :
- Konsentrasi CO di uadara 10 ppm= 2,1 % CO Hb di dalam darah
- Konsentrasi CO di uadara 20 ppm= 3,7 % CO Hb di dalam darah
- Konsentrasi CO di uadara 30 ppm= 5,3 % CO Hb di dalam darah
- Konsentrasi CO di uadara 50 ppm= 8,5 % CO Hb di dalam darah
- Konsentrasi CO di uadara 70 ppm= 11,7 % CO Hb di dalam darah
(Sumber : Srikandi Fardiaz ( 1992),Polusi Udara dan Air.)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi BBLR
Faktor –faktor yang mempengaruhi BBLR (Mariyati Sukarni,1989 : 25) adalah :
a. Status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan
b. Perioda gestasi paling sedikit 8 bulan, jarak paling ideal anatara 18 – 36 bulan, jika pernah terjadi komplikasi.
c. Umur ibu, antara 20 – 35 tahun adalah umur-umur paling baik untuk kehamilan
d. Jumlah kehamilan dimana paling ideal adalah kurang dari 4
e. Pemeriksaan kehamilan, paling sedikit 3 kali kunjungan. Kunjungan pertama segera setelah diketahui adanya kehamilan.
Sedangkan menurut Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tahun 2000, hal V, penyebab BBLR adalah akumulasi dari kurang energi protein, anemia kurang zat besi, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan tentang KB dan kawin muda atau hamil pada usia sebelum 20 tahun.
Penyebab lain yaitu karena ibu menderita penyakit infeksi saluran kencing, si ibu suka merokok atau minum-minum keras, penyakit malaria, anemia, persalinan premature. Berat badan bayi yang lahir dari ibu merokok lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tidak merokok (Ilmu Kesehatan Anak FK-UI,1985). Berdasarkan hasil penelitian di Mahoning County (M. Stefanak,et.al,1996) ada hubungan antara merokok selama kehamilan dengan bayi berat lahir rendah, OR=1,8 (95 % CI=1,4-2,4). Ukuran tubuh ibu juga mempengaruhi kelahiran bayi dengan berat badan kurang, terutama akibat keadaan gizi ibu semasa kecil.
Disamping faktor tersebut faktor perilaku juga mempengaruhi kejadian BBLR, Tinuk Istiarti (2000) menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara pengetahuan, sikap, praktek ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan BBLR. Pengetahuan yang rendah mengenai pelayanan antenatal akan berisiko 3,43 kali lebih tinggi untuk melahirkan BBLR, sikap yang kurang baik terhadap pelayanan antenatal akan berisiko 8,62 kali lebih tinggi untuk melahirkan BBLR.
Penelitian di Beijing Yanshan Petrochemical Corporation (BYPC) China antara Mei 1996 sampai dengan Desember 1998 menemukan ada interaksi yang signifikan antara paparan benzena dan stress kerja relatif terhadap pengurangan berat badan ketika bayi lahir (Dafang Chen et.al,2000). Sedangkan Penelitian di Baltimore Washington, menemukan bahwa paparan dari Pb pada level yang tinggi merupakan predictor bagi bayi berat lahir rendah ( American Journal of Industrial Medicine ).
Dampak dari berat bayi lahir rendah ini adalah pertumbuhannya akan lambat, dan kecendrungan memiliki penampilan intelektual yang lebih rendah daripada bayi yang selama janin tumbuh normal (Suhardjo, 1989) . Disamping itu mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal ketika dilahirkan (Sediaoetama, 1989).
Carbon Monoksida dan BBLR
Mekanisme mengenai terjadinya BBLR dari paparan karbon monoksida “diduga” terjadi karena adanya hipoxia, dan ini ada hubungannya dengan plasenta. Beberapa pokok dalam sirkualsi darah fetus adalah :
a. Oleh karena fetus menerima oksigen dan makanan dari plasenta , maka seluruh darah fetus harus melalui plasenta.
b. Fungsi paru dijalankan oleh plasenta. In utero (di dalam uterus) fetus tidak mempunyai sirkulasi pulmoner seperti siklus pada orang dewasa.; pemberian darah secara terbatas mencapai paru-paru, cukup hanya untuk makan dan pertumbuhan paru-paru itu sendiri.
c. Saluran pencernaan pada fetus juga tidak berfungsi , karena plasenta menyediakan makanan dan menyingkirkan bahan buangan keluar dari fetus.
Keadaan anoksia pada embrio (gangguan fungsi plasenta) dapat mengakibatkan pertumbuhannya terganggu (Ilmu Kesehatan Anak FK-UI,1985). Paparan dari CO pada perkembangan fetus kera dapat menyebabkan hemorrhagic necrosis pada cerebral hemisphere fetus (Ginsberg dan Meyers, 1976). Menariknya, bahwa paparan CO pada studi ini, konsentrasinya tidak cukup kuat untuk menyebabkan keracunan pada ibu.
Suatu penelitian yang menggunakan kelinci menunjukkan , paparan dari CO pada 90 ppm (0,09 %) dapat menimbulkan efek merugikan pada fetus dan pengurangan berat badan pada neonatal. Sementara pada konsentrasi 180 ppm mengakibatkan peningkatan rate dari keguguran (Astrup, 1972). Singh dan Scot (1984) mencatat penurunan berat pada fetus tikus setelah induknya terpapar CO diatas 150 ppm. Kilbride M. (1999), mengemukan bahwa hemoglobin pada fetus memiliki afinitas 10 – 15 % lebih kuat daripada orang dewasa. Sehingga dengan adanya ikatan dengan CO akan menyebabkan pengurangan 60 % aliran darah sehingga terjadinya hypoxia pada jaringan, selanjutnya terjadi kerusakan oksidasi pada Cytochrome (bertanggung jawab pada produksi energi pada sel).
Seperti diketahui bahwa paparan CO pada konsentrasi 50 ppm untuk waktu yang lama , sama dengan merokok 20 batang per hari. Suatu penelitian di Ontario menunjukkan akibat merokok tersebut menyebabkan terjadinya placental abruption dan placenta previa. Plasental abruption dapat dijelaskan karena terjadinya pengurangan aliran darah ke placenta yang akhirnya menyebabkan nekrosis pada periper dari plasenta. Sedangkan Placenta Previa terjadi karena terjadinya pembesaran plasenta sebagai akibat dari berkurangnya transpot oksigen dari ke fetus akibat paparan CO. Plasenta berubah secara tetap dengan kerusakan pada kemampuan plasenta untuk untuk melakukan pertukaran gas dimana terjadi pengentalan dari trophoblastic basal lamina dan mengurangi ukuran pada kapiler dari fetus ( Krisa Van Meurs, 1999).
Penelitian di Papua New Guinea,SPM mencapai 5.000, CO 150 mg/m3, dan aldehide 3,80 ppm; di Guatemala CO 35 – 45 mg/m3 dan darah wanita yang diuji mengandung 2 % karboksihemoglobin, kadar yang dapat mengganggu pertumbuhan janin. Ahmedabad (TT) melaporkan bahwa konsentrasi CO selama memasak dengan pupuk kandang, kayu bakar, batu bara, minyak tanah dan LPG berturut –turut adalah : 144, 156, 94, 108, 14 mg/m3 (ICMR Bulletin, 2001 ). WHO (1996), berpendapat bahwa paparan dari karbon monoksida selama kehamilan dapat menyebabkan BBLR dan mengurangi kemampuan mental anak. Penelitian di California Selatan antara tahun 1989 dan 1993, menemukan bahwa paparan karbon monoksida ambien pada dosis yang tinggi (5,5 ppm selama rata-rata 3 bulan) selama akhir trimester III kehamilan secara signifikan meningkatkan risiko bayi berat lahir rendah , odd ratio=1,22 ,95 % confidence level, 1,03 – 1,44 , (Ritz dan Fei Yu). Penelitian di Guatemala menunjukkan bahwa pengunaan kayu bakar untuk memasak menyebabkan bayi yang dilahir 63 gram lebih ringan dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan pada keluarga yang tidak menggunakan kayu bakar.
Penulis :
I Dewa MW,Staf PL Dinkes Prop. Jateng
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus, 2000, Pedoman Penyusunan Analisa Situasi Ibu dan Anak (ASIA ), v-vii, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah,Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Jakarta, 2000.
Anonymus, 1996,Pedoman Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesehatan Neonatal,12,Direktorat Bina Kesehatan Kelurga,Ditjen Binkesmas,Depkes R.I., Jakarta.
Anonymus, Internatinal Programme On Chemical Safety (IPCS); Environmental Health Criteria 213:Carbon Monoxide (second edition), Accessed 10/23/01:21:28:09,http://www.who.int/pcs/ehc/summaries/ehc_213.html.
Anonymus, Effect of Ambient Carbon Monoxide on Low Birth Weight among Children Born In Southern California between 1998 and 1993, Accessed 10/23/01 20:35:47. http://ehpnet.niehs.nih.gov/docs/1999/107917-25ritz/abstract.html
Anonymus, Smoking in Pregnancy, exhaled carbon monoxide, and birth weight, Accessed 10/23/01 20:42:44. http://www.uvm.edu/~ohpr/ab50.html.
Anonymus,2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 376, JNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Behrman, Richard E dan Victor C. Vaughn, 1994, Ilmu Kesehatan Anak : Nelson (Nelson:Texbook of Pediatrics) , Edisi 12, Bagian 1, 557-569, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Daryanto, 1995, Masalah Pencemaran, 23, Tarsito Bandung.
Dafang Chen et.al,2000, Exposure to Benzena, Occupational Stress, and Reduced Birth Weight, Occupational and Environmental Medicine,57 : 661-667, www.occenvmed.com.accepted May 25, 2000.
Sampoerno Does, 1999, Paradigma Sehat, Makalah pada Seminar “ Reformasi Pembangunan Kesehatan Yang Berwawasan Paradigma Sehat “ Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Diponegoro Semarang 2 Oktober 1999.
Fraser T.M., Stress & Kepuasan Kerja, 64-65,PT Sapdodadi Jakarta,1992
Kusnoputranto Haryanto, 1995, Pengantar Toksikologi Lingkungan, 38-55, Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdikbud,Jakarta.
Istiarti Tinuk,2000,Menanti Buah Hati;Kaitan Antara Kemiskinan dan Kesehatan,xvii-xviii,Media Pressindo,Yogyakarta
Aditama Tjandra Yoga (Bagian Pulmonologi FKUI), 1999, Penilaian Polusi Udara,Journal Respir Indo, Vol 19, No 1 .
Juli Soemirat S, 1991, Kesehatan Lingkungan, Cetakan keempat, 58-59,Gajah Mada University Press,Yogyakarta.
J. Nebel Bernard and Wight Richard T, 1993, Environmental Science, The Way the world works,fourth edition, 348 – 349, Prentice Hall, Englewood,New Jersey.
Kristanto Philip ,2001,Ekologi Industri, 99 - 104 LPPM Universitas Kristen PETRA Surabaya dan Penerbit ANDI Yogyakarta
Lioy Paul J. and Daisey Joan M, 1990, Toxic Air Pollution , A Comprehensive study of Non-Criteria Air Pollutans, Third Printing, 8-9, Lewis Publisheers Inc., Michigan,USA.
Lubis Pandapotan,1985, Perumahan Sehat,19-20,29-30,36-47 Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat,Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Separtemen Kesehatan,Jakarta.
Manahan Stanley E. ,1992, Toxicological Chemistry, Second edition, 291, Lewis Publishers , Michigan, USA.
Sodeman, William A dan Thomas M. Sodeman, 1995, Patofisiologi ( Pathologic Physiology Mechanism Of Disease), Edisi 7, Jilid II, 812-817, Hipokrates, Jakarta
Sukarni Mariyati, 1989, Kesehatan Keluarga dan Lingkungan, 24 – 25, Depdikbud,Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Fardiaz Srikandi ,1992, Polusi Udara dan Air, 94-102,Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Saiyed HN,Patel TS,Gokani VN,2001,Indoor Air Pollution In India – A Major Environmental and Public Health Concern, ICMR Bulletin,Vol 11,No. 5,May 2001,ICMR Offset Press,New Dehli.
Djaya Sarimawar , Ratna L,Budiarso Lubis,R.Widodo, Studi Angka Kematian Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah di Sukabumi 1983/1984,363-368,Medika No.4,Tahun 13,April 1987.
Sayogo Savitri, Gizi Pada Masa Kehamilan,503-506, Majalah Kedokteran Indonesia,Volume 47 Nomor 10,Oktober 1997.
Sediaoetama Djaelani Achmad , 1989, Ilmu Gizi untuk Mahasisswa dan Profesi di Indonesia Jilid II, 34, Dian Rakyat , Jakarta.
Sastrawijaya A. Tresna,1991, Pencemaran Lingkungan, 176,Rineka Cipta,Jakarta.
Scott Ronald M., 1989, Chemical Hazards in the Workplace,16 ;51-55, Lewis Publishers Inc. ,Michigan,USA.
Stefanak M,T Styka,J. Warga, Cigarette Smoking During Pregnancy and Low Birth Weight Babies, http://www.mahoning-health.org/reports/upload/lowbirthrate.htm.
Price, Syvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson, 1994, Pato Fisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ( Pathophysiology Clinical Concepts of Disesase Processes), Buku Pertama dan Kedua ,Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI,Ilmu Buku Kuliah Kesehatan Anak 1, Bagian Ilmu Anak FK-UI,Jakarta,1985.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, 1985, Ilmu Buku Kuliah Kesehatan Anak 3, Bagian Ilmu Anak FK-UI,Jakarta.
Wiknjosastro Hanifa, 1994, Ilmu Kebidanan, 770-784, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Wibowo Adik, Pemanfaatan Pelayanan Antenatal:Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, dan Hubungannya dengan Bayi Berat Lahir Rendah, Majalah Kesehatan Perkotaan, Tahun IV,No.2, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya Jakarta
Williams Philip L. and Burson James L, 1995, Industrial Toxicology, safety and Health Application in the Workplaces, 28 ; 59 – 66, Van Nostrand Reinhold, New York.
Wark Kenneth and Warner Cecil F., 1981, Air Pollution, Its Origin and Control, second edition, 20 – 26 ; 50 51,Harper & Row Publishers,New York.
Wibowo Singgih,2000, Industri Pengasapan Ikan, 8 – 9, PT. Penebar Sawadaya,Jakarta.
WHO,1995, Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Cetakan II, 157 - 161,Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.
WHO,1996, Biological Monitoring of Chemical Exposure in the Workplace, Guidelines,Volume 1, 264 – 281, Geneve.
WHO,1999, Environmental Helath Information – Air Quality Guidelines, http://www.who.int/environmental_information/Air/Guidelines/Chapter4.htm.
Zenz Carls, O. Bruce Dickerson, Edward P. Harvath,1994, Occupational Medicine,Third Edition, 447 – 452, Mosby St. Louis Missouri,USA.
[+/-] Baca selengkapnya......