Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia  

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospira, yang menyerang hewan dan manusia. Penelitian tentang Leptospirosis pertama dilakukan oleh Adolf Heil pada tahun 1886. Dia melaporkan adanya penyakit tersebut pada manusia dengan gambaran klinis demam, pembesaran hati dan limpa, ikterus dan ada tanda-tanda kerusakan pada ginjal.
Penyakit-penyakit dengan gejala tersebut oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai "Weil's Disease" dan pada taun 1915, Inada berhasil membuktikan bahwa Weil's Disease disebabkna oleh Bakteri Leptospira icterohemorrhagiae. Sejak itu beberapa jenis Leptospira dapat diisolasi baik dari hewan maupun manuia.

Epidemologi
Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis berbentuk spiral termasuk ke dalam Ordo Spirochaetales dalam family Trepanometaceae. Lebih dari 170 serotipe leptospira yang patogen telah diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia.

Bentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok, seperti kait dari bakteri Leptospria menyebabkan gerakan leptospira sangat aktif, baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung, karena ukurannya yang sangat kecil. Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop fase kontras. Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.

Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan leptospirosis ialah tikus, babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, insektivora (landak, kelelawar, tupai), sedangkan rubah dapat menjadi karier leptospira.

Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan-hewan penderita leptospirosis.Bakteri leptospira masuk ke dalam tubuh melaui selaput lendir (mukosa) mata, hidung atau kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi leptospira. Masa inkubasi Leptospirosis 4-19 hari, rata-rata 10 hari. Penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi.

Leptospirosis tersebar baik di Indonesia maupun di Luar negeri. Di Indonesia Leptospirosis ditemukan antara lain di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumtera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Leptospirosis umumnya menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan dan militer. Di samping itu tidak sedikit pula yang menyerang para penggemar olahraga renang.

Patogenesis
Masuknya kuman Leptospirosis pada tubuh hospes melalui selaput lendir, luka-luka lecet maupun melalui kulit menjadi lebih lunak karena terkena air. Kemudian, kuman akan dibawa ke berbagai bagian tubuh dan memperbanyak diri terutama di dalam hati, ginjal, kelenjar mamae dan selaput otak. Kuman tersebut dapat ditemukan di dalam atau di luar sel-sel jaringan yang terkena. Pada beberapa tingkatan penyakit dapat ditemukan fase leptospiremia, yang biasanya terjadi pada minggu pertama setelah infeksi. Beberapa servoar menghasilkan endotoksin, sedangkan servoar lainnya menghasilkan hemolisin, yang mampu merusak dinding kapiler pembuluh darah. Pada proses infeksi yang berkepanjangan reaksi imunologik yang timbul dapat memperburuk keadaan hingga kerusakan jaringan makin parah. Berbeda dengan infeksi oleh kuman-kuman lain, pada leptospirosis tidak dibebaskan eksotoksin oleh kuman leptospira.

Leptospira hidup dengan baik didalam tubulus kontortus ginjal. Kemungkinan kuman tersebut akan dibebaskan melalui air kemih untuk jangka waktu yang lama, meskipun kadar antibodi penderita cukup tinggi dan banyak sel-sel penghasil zat kebal dapat ditemukan di tempat-tempat yang mengalamai infeksi. Sampai sekarang tidak ada uraian yang dapat menjelaskan kejadian tersbut. Kematian terjadi karena septimia, anemia hemolitika, kerusakan hati karena terjadinya uremia. keparahan penderita bervariasi tergantung pada umur serta servoar leptospira penyebab infeksi.

Gejala Klinis

* Stadium pertama
1. Demam, menggigik
2. Sakit kepala
3. Malaise
4. Muntah
5. Konjungtivis
6. Rasa nyeri pada otot terutama otot betis dan punggung. Gejala-gejala tersebut akan tampak antara 4-9 hari

Gejala-gejala karakteristik sebagai berikut :
1. Konjungtivis tanpa disertai eksudat serous/purulent
2. Kemerahan pada mata
3. Rasa nyeri pada otot-otot

Gejala ini biasanya terjadi pada hari ketiga sampai keempat setelah penyakit tersebut muncul.
* Stadium kedua
1. Pada stadium ini biasanya telah terbentuk antibodi di dalam tubuh penderita
2. Gejala-gejala yang tampak pada stadium ini lebih bervariasi dibanding pada stadium pertama antara lain ikterus (kekuningan)
3. Apabila demam dan gejala-gejala lain timbul lagi, besar kemungkinan akan terjadi meningitis
4. Biasanya stadium ini terjadi antara minggu kedua dan keempat

Menurut beberapa klinikus, penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala klinis pada stadium ketiga (konvalesen phase). Komplikasi leptospirosis dapat menimbulkan gejala-gejala berikut :
1. Pada ginjal,renal failure yang dapat menyebabkan kematian
2. Pada mata, konjungtiva yang tertutup menggambarkan fase septisemi yang erat hubungannya dengan keadaan fotobia dan konjungtiva hemorrhagic
3. Pada hati, jaundice (kekuningan) yang terjadi pada hari keempat dan keenam dengan adanya pembesaran hati dan konsistensi lunak
4. Pada jantung, aritmia, dilatasi jantung dan kegagalan jantung yangd apat menyebabkan kematian mendadak
5. Pada paru-paru, hemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada, respiratory distress dan cyanosis
6. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah (vascular damage) dari saluran pernapasan, saluran pencernaan, ginjal dan saluran genitalia
7. Infeksi pada kehamilan menyebabkan abortus, lahir mati, premature dan kecacatan pada bayi

Pengobatan
Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti Penisilin, Streptomycin, Tetracycline atau Erythromycin. Dari bermacam-macam antibiotik yang tersebut diatas, menurut Turner, pemberian penisilin atau tetracycline dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik.

Cara mengobati penderita leptospirosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

* Pemberian suntikan Benzyl (crystal) Penisilin akan efektif jika secara dini pada hari ke 4-5 sejak mulai sakit atau sebelum terjadi jaundice dengan dosis 6-8 megaunit secara 1.v, yang dapat secra bertahap selama 5-7 hari
* Selain cara diatas, kombinasi crystalline dan procaine penicillin dengan jumlah yang sama dapat diberikan setiap hari dengan dosis 4-5 megaunit secara i.m, separuh dosis dapat diberikan selama 5-6 hari. Procaine penicillin 1,5 megaunit i.m, dapat diberikan secara kontinue selama 2 hari setelah terjadi albuminuria
* Untuk penderita yang alergi terhadap penicilline dapat diberikan antibiotik lain yaitu Tetracycline atau Erythromycine. Tetapi kedua antibiotik tersebut kurang efektif dibanding Penicilline. Tetracycline tidak dapat diberikan jika penderita mengalami gagal ginjal. Tetracycline dapat diberikan secepatnya dengan dosis 250 mg setiap 8 jam i.m atau i.v selama 24 jam, kemudian 250-500 mg setiap 6 jam secara oral selama 6 ahri. Erythromycine diberikan dengan dosis 250 mg setiap 6 jam selama 5 hari

Angka kematian akibat penyakit Leptospirosis termasuk tinggi, bisa mencapai 2,5-16,45% (rata-rata 7,1%). Pada usia lebih dari 50th malah kematian bisa sampai 56%. penderita Leptospirosis yang disertai selaput mata berwarna kuning (kerusakan jaringan hati), resiko kematian akan lebih tinggi.

Pencegahan leptospirosis

* Pendidikan kesehatan mengenai bahaya serta cara menular penyakit, berperan dalam upaya pencegahan penyakit leptospirosis
* Usaha-usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah
* Pembersihan tempat-tempat air dan kolam-kolam renang sangat membantu dalam usaha mencegah penyakit leptospirosis
* Melindungi pekerja-pekerja yang dalam pekerjaannya mempunyai resiko yang tinggi terhadap Leptospirosis dengan penggunaan sepatu bot dan sarung tangan
* Vaksinasi terhadap hewan-hewan peliharaan dan hewan ternak dengan vaskin strain lokal
* Mengisolasi hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumah-rumah penduduk serta daerah-daerah wisata dari urine hewan-hewan tersebut
* Pengamatan terhadap hewan rodent yang ada disekitar penduduk, terutama di desa dengan melakukan penangkapan tikus untuk diperiksa terhadap kuman Leptospirosis
* Kewaspadaan terhadap leptospirosis pada keadaan banjir
* Pemberantasan rodent (tikus) dengan peracunan atau cara-cara lain

Untuk memperkecil angka kematian sebaiknya semua suspect (tersangka) penderita Leptospirosis segera dibawa ke Puskesmas/rumah sakit yang terdekat untuk segera mendapati pengobatan.

*)Sub Dit Zoonosis, Dit Jen PPM & PL, Depkes RI
Sumber : Majalah Kesehatan Depkes RI/Nty