Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

Stagnasi Tenaga Kesehatan Kita  

Penerapan sistem desentralisasi membuat distribusi tenaga kesehatan ke daerah stagnan. Terlebih lagi penerapan sistem tersebut tidak didukung perencanaan sumber daya manusia kesehatan, mulai dari pengaturan jumlah tenaga kesehatan, standar mutu, dan pendistribusian.
Hal itu terungkap dalam Seminar Akademik Sumber Daya Manusia: Perencanaan Tenaga Kesehatan, diselenggarakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kamis (13/4).
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Muharso yang hadir sebagai pembicara mencontohkan, setiap tahun 52 fakultas kedokteran di Tanah Air meluluskan sekitar 7.000 dokter.


Tidak kebagian
Namun, kenyataannya jumlah tersebut saat ini tidak mampu mengisi kebutuhan dokter untuk sekitar 7.500 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Demikian pula, ada sekitar 31.900 lulusan akademi perawat setiap tahun, tetapi ternyata masih banyak puskesmas pembantu yang tidak memiliki perawat.
Desentralisasi dengan landasan hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengharuskan tenaga yang sudah di kabupaten tidak dapat berpindah tempat lagi, membuat orang enggan ke daerah. "Ini mengakibatkan stagnasi besar-besaran terhadap penempatan para tenaga kesehatan. Para tenaga kesehatan lebih mau tinggal di kota dan umumnya di bagian barat Indonesia," ujar Muharso.
Saat ini undang-undang itu telah diperbaiki menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu isinya mendukung pendistribusian tenaga kesehatan lebih baik.
Namun, kendala lainnya ialah belum ada peraturan pemerintah turunan dari undang-undang tersebut. Dalam undang-undang itu disebutkan tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis seperti dokter dan dokter gigi, tenaga keperawatan, kefarmasian, kegizian, sarjana kesehatan masyarakat, keterapian fisik, dan keteknisan medis.
Berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam perencanaan tenaga kesehatan juga bukan perkara mudah. Departemen Kesehatan telah mengundang seluruh kabupaten dan kota berkumpul membuat draf perencanaan dan sepakat dalam tiga bulan pemerintah daerah akan memberikan masukan. Namun, sembilan bulan berjalan hanya 17 persen pemerintah daerah yang mengirimkan masukannya.
Diakui, permasalahan terbesar dalam SDM tenaga kesehatan ialah kegagalan perencanaan. "Saat ini Depkes sedang berusaha keras mengatasinya. Perencanaan tenaga kesehatan menjadi salah satu fokus di Depkes, dan ditandai pula dengan dibentuknya secara khusus Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan yang baru beberapa tahun berdiri," ujarnya.
Selain distribusi, permasalahan lain tenaga kesehatan ialah keterbatasan jumlah. Sebagai contoh, untuk perawat rasio idealnya setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 158 perawat, tetapi sejauh ini baru 118 perawat. Beberapa tenaga kesehatan di bidang tertentu juga sangat langka. Untuk elektro medik, misalnya, hanya delapan lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan di bidang itu dan setiap angkatan muridnya di bawah 20 orang. Lembaga pendidikan itu juga hanya satu yang berstatus negeri. Demikian juga dokter anestesi yang jumlahnya sekitar 600 orang. Padahal, rumah sakit di Tanah Air jumlahnya mencapai 1.300 buah.
Terkait dengan standardisasi mutu juga bukan perkara mudah. Sangat sulit menata SDM kesehatan karena Depkes sebagai penggunanya tidak mempunyai kewenangan untuk mendirikan fakultas terkait kesehatan atau memberikan rekomendasi dalam perencanaan pendidikan tenaga kesehatan. Semua berada di bawah kewenangan Departemen Pendidikan Nasional.
Hal sama terjadi dengan penempatan tenaga kesehatan yang berada di bawah Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Dalam kesempatan yang sama staf ahli Menteri Kesehatan, Hapsara Habib Rachmat, mengungkapkan, dengan berbagai kondisi itu secara umum peran SDM kesehatan dalam menunjang pemerataan pembangunan kesehatan masih terbatas.