Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

Kontroversi Tamiflu; Vaksin Flu Burung Itu  

Vaksin yang sekarang menjadi satu-satunya penangkal adalah Tamiflu atau Oseltamivir. Itu produk komersial dengan jumlah terbatas dan harga pasar. Indonesia hanya punya stok terbatas sedangkan AS yang belum terlanda Flu Burung sudah men-stok ratusan ribu Unit Tamiflu (Baca di sini). Sampai-sampai ada yang menuduh bahwa ancaman Flu Burung dikomersialkan.

Debat kiri kanan tidak banyak gunanya, bahkan memasukkan kerancuan dalam masalah yang harus dipandang dengan jernih. Lebih penting kita pikirkan dan bahas perkembangan terakhir di Vietnam, dimana dua penderita Flu Burung meninggal setelah menunjukkan penolakan terhadap vaksin anti-virus Tamiflu.
Negara yang sedang membangun stok Tamiflu tidak bisa tenang dengan anggapan bahwa anti-virus ini akan tetap ampuh, apalagi Flu Burung itu berbahaya justru karena virusnya m ungkin bermutasi. Yang paling ditakuti adalah bahwa dia bermutasi menjadi jenis yang bisa menular dari orang ke orang, bukan dari burung ke orang seperti sekarang. Jurnal kedokteran terkemuka The New England Journal of Medicine menyatakan bahwa dari studi terhadap 13 penderita di Vietnam, dapat disimpulkan bahwa ketergantungan pada Tamiflu merupakan suatu kesalahan.
Untung ada yang berpikir "out of the box." menggunakan perspektif baru melihat bahwa cara menghindari bahaya pandemi itu bukan dengan cara medikal, tapi dengan kebijaksanaan sosial. Sebab, seperti diingatkan oleh Roby Muhamad, p[eneiliti di Columbia University, "...Epidemi bukanlah semata-mata masalah biologis saja, epidemik juga termasuk masalah sosial. Penyakit menyebar di jaringan sosial, karenanya perilaku sosial masyarakat berpengaruh besar pada pola penyebaran penyakit dan turut menentukan seberapa jauh penyakit tersebut menyebar.."