Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

Mengurangi Risiko Bahaya: Pencegahan dan Perawatan  

Penyalahgunaan NAPZA sangat berisiko terhadap kelangsungan hidup pemakai maupun orang-orang lain yang berkepentingan dengan pemakai (keluarga, lingkungan, masyarakat luas) baik secara fisik, psiko-sosial, ekonomi, dst. Karenanya segala upaya harus dikerahkan untuk mengurangi risiko-risiko sampai sekecil-kecilnya, bahkan meniadakannya samasekali. Ada banyak upaya yang sudah dan sedang dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi risiko penyalahgunaan NAPZA melalui upaya pencegahan, perawatan, maupun rehabilitasi. Selain itu juga dilakukan upaya pengurangan pemasokan NAPZA, pengurangan permintaan NAPZA dan upaya-upaya khusus untuk mengurangi dampak buruk NAPZA. Berbagai upaya tersebut dilakukan oleh lembaga pemerintah (Departemen Kesehatan, Rumah Sakit, Kepolisian, dst) maupun Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Banyak yang bisa dilakukan untuk mencegah remaja menyalahgunakan NAPZA dan membantu remaja yang sudah terjerumus penyalahgunaan NAPZA. Ada tiga tingkat intervensi, yaitu

1. Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan, kampanye atau penyebaran pengetahuan mengenai bahaya narkoba, dan pendekatan dalam keluarga, dll. Tahap ini bisa dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat dimanapun : sekolah, tempat tinggal, tempat kerja, dan di tempat-tempat umum.
2. Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatment). Fase ini biasanya ditangani oleh lembaga professional di bidangnya yaitu lembaga medis seperti klinik, rumah sakit, dokter. Fase ini biasanya meliputi : Fase penerimaan awal (initial intake) antara 1 - 3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3. Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan dalam proses penyembuhan. Tahap ini memakan waktu cukup lama dan biasanya dilakukan di lembaga-lembaga khusus seperti klinik rehabilitasi dan kelompok masyarakat yangn dibentuk khusus untuk itu (therapeutic community). Tahap ini biasanya terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3 - 12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba harus mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif , dll.

Pencegahan penggunaan NAPZA adalah tujuan yang paling penting dan harus diusahakan sekeras mungkin. Sayangnya, berbagai upaya yang sudah dilakukan ternyata tidak juga berhasil mengurangi jumlah pengguna NAPZA di Indonesia. Upaya menghentikan penggunaan NAPZA melalui cara medis, psikologis maupun spiritual dilakukan oleh berbagai lembaga, tetapi tingkat kambuh atau kembali menggunakan NAPZA (disebut relapse) juga sangat tinggi yaitu 80 - 90%.
Untuk mengurangi risiko-risiko dari penyalahgunaan NAPZA, maka paling tidak harus ada tiga pendekatan yang walaupun berbeda tetapi harus berjalan bersamaan, yaitu : 1) Pengurangan Pemasokan NAPZA (Supply reduction); 2) Pengurangan permintaan (demand reduction); dan 3) Pengurangan dampak buruk (harm reduction) (Costigan, 2001) seperti dijelaskan secara singkat di bawah ini.

1. Pengurangan pemasokan atau persediaan (supply reduction)
Biasanya berkaitan dengan langkah-langkah penegakan hukum terhadap penanaman atau pembuatan NAPZA, pengolahan, pengangkutan serta peredaran dan perdagangan NAPZA. Kemauan politis untuk mengurangi pemasokan tidak selalu ada, terutama di negara-negara penghasil tanaman illegal (bahan dasar NAPZA). Kalaupun ada kemauan politis untuk menindak secara hukum pihak-pihak yang terlibat dalam pemasokan, maka kesulitannya adalah menghadapi perlawanan dari pihak-pihak yang mengambil manfaat besar dari pemasokan (sindikat). Berbagai upaya lain untuk mengurangi pemasokan NAPZA masih dan sedang dilakukan di berbagai negara seperti penggantian jenis tanaman, perundang-undangan mengenai NAPZA dan persetujuan internasional dan multi lateral.
Pengurangan pemasokan tidak akan berhasil selama perdagangan NAPZA mampu menghasilkan keuntungan yang sangat besar dan selama upaya tidak ada upaya pengurangan permintaan. Pengurangan pemasokan bisa berhasil bila dimulai di akar-akar persoalan : penegakan hukum, pemberantasan korupsi, pengembangan ekonomi, dll.
2. Pengurangan permintaan (demand reduction)

Biasanya dilakukan dalam bentuk upaya preventif dan kuratif. Upaya preventif atau pencegahan biasanya berbentuk pendidikan mengenai bahaya NAPZA maupun penyediaan alternatif kegiatan lain agar orang tidak memakai NAPZA. Upaya ini juga mencakup terapi pada pengguna untuk mengurangi konsumsi mereka. Pendidikan mengenai NAPZA dan dampak buruknya biasanya ditujukan pada masyarakat umum, generasi muda melalui program di sekolah maupun di luar sekolah, dan pada para pengguna NAPZA sendiri. Program pendidikan yang berisi pesan-pesan kampanye dan bersifat massal ini biasanya tidak terlalu besar dampaknya dalam mengurangi penggunaan NAPZA, apalagi bila memberi kesan bahwa penggunan NAPZA adalah musuh atau sampah masyarakat karena ini hanya membuat para pengguna bersembunyi tetapi tidak mengurangi penggunaan NAPZA. Pendidikan yang lebih berhasil adalah yang memandang kecanduan sebagai penyakit, dan karenanya pengguna NAPZA membutuhkan dukungan dan terapi. Dengan simpati dan empati (bukan berarti menyetujui) terhadap pengguna NAPZA sebagai "korban"dari sebuah situasi (sosial, ekonomi, politik, dll) yang tidak harmonis, maka terapi bisa lebih berhasil. Terapi yang berhasil, terutama terhadap ketergantungan NAPZA, memerlukan lebih dari sekedar detoksifikasi atau pembersihan racun-racun NAPZA dari dalam darah, melainkan pemahaman menyeluruh terhadap setiap individu pemakai (jenis yang dipakai, lama memakai, karakteristik individu, dll) sehingga dapat dilakukan pendekatan terapi yang sesuai dengan karakter dan masalah setiap individu.

Kampanye dengan slogan-slogan kurang efektif karena biasanya tidak mengenai sasaran. Strategi yang benar harus didasarkan pada pemahaman yang tepat dan menyeluruh mengenai permasalahan para pengguna NAPZA sehingga terapi dilakukan sesuai dengan latarbelakang dan permasalahan khas para pengguna. Meluruskan persepsi yang salah mengenai NAPZA dan mengganti slogan-slogan dengan pemahaman ilmiah lebih berguna untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman masyarakat umum dengan fakta ilmiah mengenai NAPZA

Menanggapi kecanduan sebagai penyakit dan menyediakan pelayanan untuk menyembuhkan penyakit dengan perhatian, tidak bersikap mengadili, dan menegakkan etika (menjaga kerahasiaan, menghormati martabat dan hak sebagai pasien, dll) akan jauh lebih efektif untuk mengurangi permintaan akan NAPZA dibandingkan pendekatan represif atau pengucilan misalnya. Perlu diingat terapi biasanya tidak cukup satu kali, tetapi bisa berulang karena jarang sekali seorang pecandu berhasil langsung berhenti samasekali setelah menjalani terapi.

Perawatan pengguna NAPZA tidak hanya akan membantu pasien sendiri, melainkan juga berguna bagi masyarakat karena akan meningkatkan fungis sosial dan psikologis, mengurangi kriminalitas dan kekerasan, dan mengurangi penyebaran AIDS, selain juga akan sangat mengurangi berbagai kerugian biaya karena penyalahgunaan NAPZA.
3. Pengurangan dampak buruk (harm reduction)

Adalah sebuah upaya jangka pendek untuk mencegah dampak buruk yang lebih luas dari penggunaan NAPZA. Strategi ini terutama diarahkan pada pencegahan dampak buruk meluasnya penyebaran HIV/AIDS melalui penggunan NAPZA dengan jarum suntik. Dasar pemikirannya adalah kenyataan bahwa NAPZA tidak dapat diberantas dalam waktu cepat dan dalam waktu dekat ini.

Ketersediaan NAPZA dan keadaan sosial yang melahirkan permintaan akan NAPZA mengakibatkan permintaan pada NAPZA akan berlangsung terus. Strategi ini meliputi beberapa tahap : mulai dari mendorong pengguna untuk berhenti menggunakan NAPZA à jika belum dapat berhenti, mendorong pengguna berhenti menggunakan cara menyuntik NAPZA à kalau belum dapat berhenti dengan cara menyuntik, memastikan ia tidak berbagi/bertukar semua peralatan suntiknya dengan pengguna lainà bila masih belum dapat menghentikan cara berbagi, memastikan (mendorong dan melatih) para pengguna untuk menyucihamakan peralatan setiap kali menyuntik. Selama upaya penggurangan dampak buruk ini dilakukan, pengguna tidak ditempatkan sebagai penerima pelayanan yang pasif, melainkan dilibatkan secara aktif dalam pencegahan dampak buruk NAPZA bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Untuk dapat melakukan hal ini, dibutuhkan berbagai cara pendekatan kepada kelompok-kelompok pengguna.
Program-program pengurangan dampak buruk pada dasarnya bertujuan merubah perilaku, meliputi : penyediaan informasi untuk menyadarkan pengguna mengenai berbagai risiko panggunaan NAPZA; pengalihan NAPZA dengan obat/zat pengganti yang lebih aman (metadon); pendidikan penjangkauan oleh pendidik sebaya; penyebaran jarum suntik suci hama dan pembuangan jarum suntik bekas; konseling dan tes HIV di antara pengguna NAPZA; memperbesar peluang pemberian layanan kesehatan bagi para pengguna NAPZA.

Pendekatan pengurangan pemasokan, pengurangan permintaan dan pengurangan dampak buruk NAPZA tidak efektif bila dilakukan secara sendiri-sendiri. Ketiganya baru efektif bila dilakukan secara bersama-sama dan saling melengkapi sehingga menciptakan lingkungan yang mendukung untuk menghentikan penyalahgunaan NAPZA yang sudah terbukti merupakan malapetaka bagi bangsa (lihat Costigan, 2001)