Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

Masa Depan yang Lebih Aman Lewat IHR Print  

Rajutan keterikatan penduduk dunia yang makin rapat menyebabkan tidak ada lagi satu masalah kesehatan yang secara khusus, atau dianggap khas, terjadi hanya di satu negara saja. Wajar WHO menjadikan keamanan kesehatan global sebagai fokus Hari Kesehatan Sedunia (World Health Day) tahun 2007. Pemilihan fokus ini diselaraskan dengan mulai berlakunya International Health Regulation (IHR) 2005, bulan Juni 2007, yang membawa pengendalian masalah kesehatan ke tingkat yang lebih luas. Sesuai tujuan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) untuk menggerakkan masyarakat dunia agar memperhatikan aspek kesehatan teraktual, Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan menyelenggarakan Seminar tentang IHR di Jakarta, 30 Mei 2007.

IHR adalah suatu dokumen perjanjian internasional yang mengikat negara-negara yang menyepakatinya untuk menerapkannya. Penyusunan peraturan kesehatan internasional dilakukan sesuai ayat 21 dan 22 Undang-Undang Dasar WHO (WHO Constitution), yang menyatakan bahwa para pemimpin kesehatan dunia yang tergabung dalam World Health Assembly (WHA) bertanggungjawab merancang peraturan untuk mencegah menyebarnya suatu penyakit ke seluruh bagian dunia.

Setelah UUD WHO yang dibentuk pada tahun 1948, peraturan kesehatan pertama dirumuskan dalam WHA ke 4 (1951), dan dinamai International Sanitary Regulations. Peraturan ini kemudian mengalami penyesuaian, diperbaharui pada tahun 1969, dan dinamai International Health Regulations (IHR). Tujuan IHR 1969 adalah memastikan keamanan maksimum terhadap penyebaran penyakit secara internasional dengan sesedikit mungkin menimbulkan imbas terhadap lalu lintas Internasional. Dalam IHR diatur penerapan karantina untuk penyakit demam kuning, pes, dan kolera.

Tetapi peraturan kesehatan dunia yang kini berlaku bukanlah peraturan yang sama dengan peraturan kesehatan dunia beberapa dekade lalu. Perkembangan dunia mengharuskan WHO merubah peraturannya dari waktu ke waktu. Amendemen bagian IHR pertama dilakukan WHA pada tahun 1973, dan dengan berhasilnya eradikasi beberapa penyakit menular, IHR kembali disesuaikan pada tahun 1981.

Setelah dua dekade berlalu, berbagai penyakit baru bermunculan, diantaranya Flu Burung. Masalah kesehatan tidak lagi hanya diakibatkan oleh gangguan dalam tubuh seseorang ataupun penyakit akut, melainkan apapun yang mengganggu kesehatan orang banyak seperti peningkatan suhu, perubahan iklim, penurunan mutu lingkungan, limbah kimia, hingga bioterorisme. Dengan masyarakat yang makin kolektif karena makin kerapnya manusia melakukan perjalanan dan perdagangan antar negara, dirasakan adanya keharusan bagi masyarakat dunia untuk bersama-sama bertanggungjawab melindungi bumi dari risiko terjadinya wabah, resesi dan musnahnya penduduk. SARS (Severe Acute Respitory Syndrome) sudah membuktikan betapa rentannya dunia dengan tingginya mobilitas, saling terkait dan kuatnya ketergantungan satu dengan yang lainnya. Telah nyata bahwa masalah kesehatan mampu mengguncang kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat dunia.

Revisi terhadap IHR 1969 dilakukan untuk memperluas gerak WHO dan negara-negara anggotanya dalam mendeteksi dan melakukan respon terhadap wabah penyakit yang berdimensi internasional. Menurut WHO, dua hal utama yang harus diperkuat guna menciptakan perlindungan adalah sistem kesehatan masyarakat dan surveillans. Untuk mendukung kedua hal tersebutlah IHR kembali mulai diperbaharui pada pertemuan WHA ke 48 (1995). Setelah melalui proses panjang yang hati-hati dan memperhatikan kepentingan serta atas persetujuan negara-negara anggota, pada pertemuan WHA ke 58, tuntas disepakati IHR tahun 2005. Menimbang perlunya sosialisasi serta memperhatikan kesiapan 193 negara WHO, maka IHR 2005 baru akan diberlakukan pada bulan Juni tahun 2007 ini.

IHR 2005 ini tidak hanya mendefinisikan penyakit baru sebagai ancaman kesehatan, tetapi menggerakkan negara-negara untuk memperhatikan pula pengendalian berbagai aspek, seperti pencemaran bahan kimia dan radioaktif, demi menjaga kesehatan masyarakatnya dan mencegah menyebarnya masalah kesehatan melintas batas wilayah, dan menimbulkan kerugian bagi sebagian besar umat dunia. Setiap negara anggota WHO yang tidak menolak dan tidak menyatakan keberatannya terhadap IHR 2005 harus menjalankan peraturan kesehatan internasional ini.

Salah satu perubahan utama dalam IHR 2005, dibandingkan dengan IHR 1969, adalah penetapan kapasitas yang harus diperkuat setiap negara untuk mendeteksi, melaporkan dan berespon terhadap risiko kesehatan masyarakat dan kegawat-daruratan kesehatan masyarakat yang patut ditanggulangi di tingkat dunia. Juga diatur pengamanan yang harus dilakukan oleh bandara dan pelabuhan internasional, serta pos perbatasan antar negara.

Berdasar pengalaman, banyak negara enggan secara langsung melaporkan suatu masalah kesehatan di wilayahnya karena tidak ingin dikenai larangan kunjungan ataupun pembatasan perdagangan. Karenanya, IHR 2005 mengharuskan setiap negara terikat untuk melaporkan suatu keadaan yang dianggap oleh negara tersebut berisiko menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang perlu menjadi pusat perhatian dunia, atau disebut sebagai Public Health Risk of International Concern sehingga tidak menimbulkan kegawat-daruratan kesehatan tingkat dunia atau disebut sebagai Public Health Emergency of International Concern. Demi kelancaran komunikasi antara negara dan WHO, setiap negara harus menunjuk satu Penanggungjawab (focal points) Nasional IHR. Penanggungjawab akan melaporkan dan menerima laporan dari WHO tentang keadaan teraktual, selama 24 jam penuh setiap hari, 7 hari dalam seminggu.

Setelah menerima laporan, WHO harus merekomendasikan tindakan yang harus dilakukan, berdasarkan analisa mendalam terhadap keadaan negara pelapor. IHR 2005 juga menetapkan prosedur penunjukan lembaga independen untuk memberikan rekomendasi terhadap penerapan IHR. Langkah pertama adalah membentuk Komite Gawat Darurat untuk memberi masukan bagi Direktur Jenderal WHO dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan.

Masih banyak lagi butir-butir peraturan atau prosedur yang ditetapkan oleh 10 pasal dan 66 ayat IHR. Banyak pula kondisi penyerta yang harus dipahami. Pemahaman yang tepat tentu diperlukan agar Indonesia, sejajar dengan negara lain, mampu menerapkannya dengan tepat, dan terhindar dari kesalahan yang tidak saja berbuah sanksi terhadap Indonesia, tapi berimbas pada membengkaknya masalah kesehatan tanah air kita ini. Atas pertimbangan itulah, seminar IHR dilakukan. Buat peserta dan siapapun yang terlibat di dalam seminar, selama mencoba memahami, berdiskusi, dan menyebarkan informasi IHR, setidaknya kepada siapa saja yang bergelut dalam sektor kesehatan. Seminar ini juga merupakan bagian dari peningkatan investasi Depkes demi memastikan keamanan kesehatan masyarakat Indonesia, selaras dengan tema Hari Kesehatan Sedunia tahun 2007,"invest in health, build a safer future."

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.