Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

Pencemaran Udara Sudah Begitu Parah di Kota-kota Besar Indonesia  

Kini pencemaran udara, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, dan Medan, telah menyebabkan menurunnya kualitas udara. Tak pelak, ini mengganggu kesehatan serta keseimbangan iklim global. Menurunnya kualitas udara tersebut, terutama disebabkan karena penggunaan bahan bakar fosil untuk sarana tranportasi dan industri, yang umumnya terpusat di kota-kota besar. Juga, adanya kegiatan rumah tangga, kebakaran hutan, dan kebakaran lahan.

Asisten Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan Lingkungan Buatan/Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Prof dr Haryoto Kusnoputranto, MPH, Phd, mengemukakan hal itu pada seminar sehari Kesehatan Lingkungan yang diselenggarakan Komisi Lingkungan Hidup Senat Mahasiswa FKM-UI, Sabtu lalu, di Jakarta.

Menurut Haryoto, dampak negatif akibat menurunnya kualitas udara cukup berat terhadap lingkungan, terutama kesehatan manusia, yaitu dengan menurunnya fungsi paru, peningkatan penyakit pernafasan, dampak karsinogen, dan beberapa penyakit lainnya. Selain itu, pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan.

Haryoto memberikan bukti, hasil penelitian Bapedal pada 1992 saja-dengan jumlah kendaraan bermotor yang tidak lebih banyak dibanding sekarang-di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya menunjukkan bahwa sektor kendaraan bermotor ternyata merupakan sumber utama pencemaran udara.

Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa sektor kendaraan bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,8%, NOx sebesar 73,4%, dan HC sebesar 88,9%. Sementara itu, hasil penelitian WHO di pusat-pusat lokasi industri terjadi penurunan kualitas udara ambien tiga kali lebih buruk dari baku mutu yang telah ditetapkan. Bank Dunia (1993) melaporkan bahwa keseriusan pencemaran udara di perkotaan yang ditunjukkan oleh proyeksi situasi di Jakarta memperkirakan bahwa emisi pencemar udara pada tahun 2000 akan menjadi dua kali dibanding tahun 1990 dan enam kali pada tahun 1918. “Hal-hal tersebut akan membahayakan kelanjutan pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia karena tingginya biaya yang ditimbulkan oleh pencemaran udara,” ungkap Haryoto yang juga dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Jakarta.

Pengendalian Pencemaran

Upaya pengendalian pencemaran, termasuk pencemaran udara, menurut Haryoto, pada dasarnya adalah menjadi kewajiban setiap orang. Sementara kewajiban pemerintah, antara lain, mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan mengembangkan serta menerapkan perangkat yang bersifat preventif dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Pada dasarnya, upaya penanggulangan pencemaran udara, ditujukan untuk meningkatkan mutu udara dalam kehidupan. Upaya ini meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik sumber pencemar bergerak maupun tidak bergerak dan gangguan serta penanggulangan keadaan darurat akibat pencemaran udara.

“Pelaksanaan pencegahan pencemaran udara terutama dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Kegiatan ini dilaksanakan, antara lain melalui penetapan baku mutu udara (ambien dan emisi). Sedangkan untuk mengetahui mutu udara dilakukan dengan melaksanakan pemantauan udara ambien dan dampaknya terhadap lingkungan”, papar Haryoto.

Pemantauan, lanjut Haryoto, dilakukan selain terhadap kualitas udara, juga dampaknya terhadapnya kesehatan manusia maupun kerusakan lingkungan. “Identifikasi penyebab dapat berupa emisi udara pada sumber yang bergerak maupun sumber yang tidak bergerak, serta sumber gangguan lainnya. Sedangkan pengendaliannya dapat dilakukan pada sumber-sumber tersebut, baik melalui tindakan preventif maupun kuratif. Namun, lebih diutamakan pada tindakan preventif,” ungkap Haryoto.

Sebenarnya Sudah Ada Peraturan Pemerintah

Sebenarnya berdasarkan UU No. 23 tahun 1997, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu PP No. 41 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 26 Mei 1999. Namun, karena memerlukan waktu yang cukup panjang, sedangkan kondisi sudah sangat mendesak, maka upaya mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional penanggulangan pencemaran udara, pemerintah sebelumnya telah menerbitkan beberapa peraturan pelaksanaan yang dapat digunakan sebagai landasan operasional untuk menanggulangi masalah pencemaran udara.

Adapun pengendalian pencemaran udara, khususnya dari sumber bergerak untuk mengendalikan/mengatasi masalah emisi gas buang kendaraan bermotor, tutur Haryoto, telah dilakukan berbagai upaya, antara lain:

1. Kebijakan Energi
1. Bensin Tanpa Timbal

Kebijakan energi nasional saat ini untuk menghapus bahan bakar minyak bensin bertimbal dan penggunaan solar dengan kadar sulfur rendah (< dari 0,5%). Penghapusan bensin bertimbal tersebut sesuai Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi (Kep. Mentamben) No. 1585.K/32/MPE/1999 tentang persyaratan pemasaran bahan bakar jenis bensin dan solar di dalam negeri yang menyatakan Januari 2003: bensin yang dijual sudah harus bebas tanpa timbal. “Sejatinya, di negara Asia, Indonesia adalah paling lambat yang menjual bensin sudah bebas timbal,” ungkap Haryoto.

Karena itu, lanjut Haryoto, pihak Bapedal dalam mengantisipasi Kep. Mentamben melakukan rapat koordinasi dan pembentukan tim teknis secara khusus agar percepatan penghapusan bensin tanpa timbal tersebut segera direalisasikan-karena sekarang ini bensin bertimbal konsumsinya sangat besar, kurang lebih 98% (11.375.212 Kl) dari total konsumsi nasional. Hasilnya, agar pihak Pertamina dapat menyediakan bensin tanpa timbal secara bertahap, yaitu:
* DKI Jakarta tahun 2001
* Pulau Jawa 2002
* Seluruh Indonesia tahun 2003

2. Diversivikasi Energi
Melalui energi alternatif, seperti penggunaan bahan bakar gas (CNG dan LPG). Pasalnya, saat ini bahan bakar gas penggunaannya belum memasyarakat terbatas pada sebagian kendaraan dinas dan taksi. Jumlah pemakaian bahan bakar gas masih sangat kecil, kurang lebih baru 0,21% dari total konsumsi energi nasional.

“Bapedal bersama instansi terkait, baik di pusat maupun daerah berupaya menggalakkan pemakaian bahan bakar gas terutama pada kendaraan umum. Target yang rendah dicapai minimal kapasitas produksi bahan bakar gas yang saat ini baru 39% kalau terjual dapat dimanfaatkan sepenuhnya 100%. Di lain pihak, untuk mempercepat penggunaan bahan bakar gas juga akan dilakukan pendekatan harga (princing policy), di mana harga bahan bakar gas tidak dinaikkan, sehingga antara gas dan bensin rasionya mendekati dua banding satu.

2. Penataan Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor


Saat ini pihak Bapedal bekerja sama dengan instansi terkait sedang melakukan evaluasi terhadap Kep. Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-35/MenLH/10/93 tentang emisi gas buang kendaraan bermotor dan penyusunan draft emisi gas buang kendaraan bermotor yang baru.
Salah satu upaya terobosan agar emisi gas buang kendaraan bermotor tersebut segera ditaati, pihak Bapedal mengajukan usulan kepada Kepolisian RI agar ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No.14 tahun 1992, PP No. 41 tahun 1993, PP No. 43 tahun 1993, PP No. 41 tahun 1999, dan Kepmen LH No. Kep-35 tahun 1993, yaitu ketentuan uji emisi gas buang kendaraan bermotor, dikaitkan dengan persyaratan perpanjangan STNK.

3. Peningkatan Peran Masyarakat

Upaya peningkatan peran masyarakat telah dilakukan berbagai upaya oleh Bapedal bersama [emerintah daerah dan LSM. Namun, akhir semua itu, tutur Haryoto, pendekatan morsal saja tidak cukup, tapi perubahan perilaku itulah yang lebih penting. “Pihak perguruan tinggi sebagai institusi yang memiliki sumber daya manusia dengan berbagai keahlian dan banyak kesempatan untuk melakukan berbagai kajian, diharapkan dapat berperan aktif dalam upaya mengendalikan pencemaran udara serta meningkatkan kualitas udara di lingkungan hidup masing-masing,” simpul Haryoto.



1 komentar: to “ Pencemaran Udara Sudah Begitu Parah di Kota-kota Besar Indonesia

  • Unknown
    11:10 PM  

    Bertahun-tahun saya berusaha mencari situs lembaga yang dapat menindaklanjut kasus pencemaran udara berat yang terjadi di daerah kami tinggal. Sampai kini tidak satupun kami temukan.
    Sebenarnya seriuskah pemerintah menanggulangi permasalahan pencemaran udara yang makin parah dari hari ke hari? Untuk apa banyak instansi dibentuk tapi tumpul, hanya membuat laporan dan bahan/data untuk rapat Perundang-undangan yang pada akhirnya tidak ada tindak lanjut nyatanya?