MEWASPADAI RACUN TIMBAL DIUDARA KITA
Kamis, Januari 11, 2007
Studi toksisitas Timbal menunjukkan bahwa kandungan Timbal dalam darah sebanyak 100 mikrogram/l dianggap sebagai tingkat aktif (level action) berdampak pada gangguan perkembangan dan penyimpangan perilaku.
Padahal kajian Bapedal Jatim pada tahun 2001 berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 85 orang oleh Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya (BLKS) menunjukkan darah anak jalanan dan Polantas mengandung Timbal dengan kadar yang bervariasi antara 216,50 sampai 687,50 mikrogram/l.
Pada bulan Juli 2003 Kementerian Lingkungan hidup melaporkan hasil monitoring kualitas udara melalui Air Quality Monitoring System (AQMS) Surabaya termasuk dalam 6 kota di Indonesia, dimana kualitas udara dalam kategori baik berdasarkan paparan emisi di udara hanya terjadi 22-62 hari dalam setahun sedangkan selebihnya bahan emisi pencemar di Surabaya yang meliputi Karbon monoksida (CO), Natrium Oksida (NOx) dan Sulfur Oksida (SOx), Hidrokarbon, dan Patrikulat (Pb) telah melebihi ambang batas.
Dari empat jenis emisi pencemar udara, partikulat memiliki dampak yang berbahaya bagi kesehatan. Partikulat berdiameter 10 mikron (PM10) atau sekitar sepertujuh dari ukuran rambut manusia dan Timbal (Pb) atau timah hitam termasuk dalam jenis partikulat yang dikhawatirkan berdampak buruk pada kesehatan manusia jika terhirup ke dalam sistem pernapasan. Timbal dapat merangsang kelahiran bayi prematur dan diperkirakan 9% kematian bayi usia 1 - 12 bulan disebabkan oleh polusi PM10.
Kondisi polusi Timbal di Surabaya ada pada tahap yang mengkhawatirkan, indikasi ini sudah terdeteksi dari hasil kajian Vera Hakim Universitas Indonesia 1998, yang menyebutkan di dalam darah anak-anak di Surabaya terakumulasi Timbal rata-rata 68 mikrogram/l. Kekhawatiran ini semakin meningkat melihat hasil kajian Bapedal Jatim pada tahun 2001 berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 85 orang oleh Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya (BLKS) menunjukkan darah anak jalanan dan Polantas mengandung Timbal dengan kadar yang bervariasi antara 216,50 sampai 687,50 mikrogram/l.
Studi toksisitas Timbal menunjukkan bahwa kandungan Timbal dalam darah sebanyak 100 mikrogram/l dianggap sebagai tingkat aktif (level action) berdampak pada gangguan perkembangan dan penyimpangan perilaku. Kandungan Timbal 450 mikrogram/l membutuhkan perawatan segera dalam waktu 48 jam. Kandungan Timbal lebih dari 700 mikrogram/l menyebabkan kondisi gawat secara medis (medical emergency). Kandungan timbal di atas 1200 mikrogram/l bersifat sangat toksik dan dapat menimbulkan kematian pada anak. Dalam kajiannya Vera Hakim menyebutkan bahwa kadar Timbal 68 mikrogram/l dapat menyebabkan anak makin agresif, kurang konsentrasi, bahkan menyebabkan kanker. Hal ini diduga meningkatkan kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) anak-anak di Surabaya dan hal ini terbukti dari data Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya tahun 2000. Berdasarkan data dari puskesmas di wilayah Surabaya diungkapkan dari seluruh penyakit yang didiagnosa terdapat 46,31 % penderita ISPA pada bayi berumur 0-28 hari, 47,39 % pada bayi berumur 28 hari - 1 tahun, dan 68,12 % diderita anak umur 1-4 tahun. Indikasi ini membuktikan bahwa pencemaran lingkungan telah mencapai titik kritis dan menimbulkan dampak yang sangat berat pada kesehatan manusia terutama anak balita.
Timbal yang terserap oleh anak, walaupun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik. Sistem syaraf dan pencernaan anak masih dalam tahap perkembangan, sehingga lebih rentan terhadap timbal yang terserap. Anak dapat menyerap hingga 50% Timbal yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan orang dewasa hanya menyerap 10-15%. Timbal adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Timbal yang ada di lingkungan juga berasal dari kegiatan manusia yang menghasilkan timbal 300 kali lebih banyak dibandingkan timbal yang berasal dari proses alami. Timbal tidak dapat terurai secara biologis dan toksisitasnya tidak berubah sepanjang waktu. Timbal yang terhirup atau tertelan akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi. Timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debu/partikulat yang dapat terhirup oleh manusia. Debu Timbal juga dapat mengkontaminasi tanah pertanian dan mencemari hasil pertanian yang dikonsumsi manusia. Penggunaan bahan bakar bertimbal melepaskan 95% timbal yang mencemari udara di negara berkembang.
Balita banyak terpapar timbal karena senang memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya dan dapat menelan timbal dalam debu yang menempel di tangan, mainan atau benda lain di sekitarnya. Anak dapat menelan 200 mg timbal perhari terutama yang tinggal di kota dan dekat jalan raya yang padat. Laporan Badan PPB untuk Anak - UNICEF dan Badan PBB untuk Lingkungan Hidup - UNEP yang mengacu pada hasil The Global Dimensionsof LeadPoisoning: An Initial Analysis memperkirakan pada tahun 1994 sebanyak 100% darah dari anak berumur di bawah 2 tahun mengandung Timbal yang melampaui ambang batas 100 mikrogram/l menurut US Centre for Disease Control and Prevention dan 80% darah dari anak 3-5 tahun melebihi ambang batas tersebut. Anak yang tinggal atau bermain di jalan raya sering menghirup timbal dari asap kendaraan yang menggunakan bahan bakar Timbal. Di negara yang maju sekalipun diperkirakan masih banyak anak yang darahnya mengandung timbal melebihi ambang batas. Diperkirakan 78% anak di bawah 2 tahun dan 28% anak berumur 3-5 tahun memiliki kandungan Timbal dalam darah yang melebihi ambang batas. Timbal yang terserap oleh ibu hamil akan berakibat pada kematian janin dan kelahiran prematur, berat lahir rendah bahkan keguguran.
Dampak polusi udara sudah mewabah di hampir seluruh belahan dunia, di Bangkok tingginya kadar Timbal di udara menyebabkan terjadinya 200.000 - 500.000 kasus hipertensi, dan menyebabkan 400 kematian setiap tahun. Anak-anak kehilangan rata-rata empat poin IQ pada usia 7 tahun. Dalam jangka panjang berdampak pada menurunnya produktivitas dan memicu serangan jantung. Seiring dengan tingginya polutan di udara, tekanan darah akan cenderung naik. Di Jakarta, anak di bawah 15 tahun yang terserang bronkitis mencapai 606 anak (WHO, 1999). Polusi udara merangsang kambuh asma 862 penderita, dan 28 orang (di atas 25 tahun) terserang asma. Kualitas Udara yang buruk memberikan dampak negative terhadap kualitas lingkungan dan kerugian financial akibat dampak polusi udara tidaklah kecil, di Jakarta kerugian diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Sebagai gambaran, pada tahun 1998 warga harus membayar kerugian akibat polusi sebesar Rp.1,7 Triliun
Pada tahun ini Jakarta merugi Rp 2,4 triliun untuk perawatan kesehatan dan menurunnya produktivitas. Bila sampai 2020 tak ada penuntasan polusi, diprediksi masyarakat Jakarta harus menyediakan anggaran Rp 7 trilyun, hanya untuk perawatan kesehatan. Di Mexico City, biaya kesehatan karena polusi udara mencapai Rp.1, 3 Triliun setahun. Tingginya polusi menyebabkan rata-rata masyarakat kota kehilangan 24 hari kerja per tahun, dan terjadi 6.400 kasus kematian per tahun. Tingginya Timbal menyebabkan hipertensi pada 20% orang dewasa, bahkan Timbal pun terakumulasi dalam darah 29% anak-anak. Penanggulangan pencemaran udara khususnya Timbal perlu mandapat perhatian yang besar dari masyarakat dan pemerintah, mengingat keracunan Timbal dapat memicu tragedi sosial akibat penurunan kecerdasan dan kemampuan akademik anak yang akan menurunkan produktivitas dan kualitas bangsa di masa yang akan datang. Penggunaan bensin bertimbal harus ditinggalkan secara total seperti halnya Thailand dan Philipina yang telah mampu memproduksi bensin tanpa Pb.
Sumber http://www.ecoton.or.id/tulisanlengkap.php?id=1479
0 komentar: to “ MEWASPADAI RACUN TIMBAL DIUDARA KITA ”
Posting Komentar