Kesehatan Merupakan Hak Asasi Setiap Warga Negara:::::::: Pembangunan Yang Berkesinambungan dan Berpola Sehat Itu Perlu:::::::: Kontroversi seputar gizi buruk : Apakah Ketidakberhasilan Departemen Kesehatan?:::::::: Mencegah Komplikasi Paska Aborsi:::::::: Jaga Pola Makan Demi Kesehatan Mata:::::::: Karbonmonoksida Berpengaruh Terhadap Kesehatan Bayi Kita:::::::: Masih Banyak Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Berbahaya:::::::: Antisipasi Perencanaan Tenaga Kesehatan Guna Mendukung Indonesia Sehat 2010:::::::: Peningkatan Akses Masyarakat Tethadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas::::::::
Selamat Datang di Weblog Resmi Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) Indonesia. Temukan di Sini Artikel Kesehatan yang Anda Butuhkan :


Apa Saja 3 Postingan Terbaru Kami di Weblog Ini?
Renungan Hari Ini:

INFO : Bayang-bayang HIV/AIDS di Kalangan Pekerja Seks  

Di zaman sekarang ini, siapa yang tak kenal HIV/AIDS? Penyakit yang membuat daya tahan tubuh melemah itu, kebanyakan menjangkiti para pekerja seks komersial. Apakah penyakit berbahaya itu menghentikan profesi mereka? Berikut ini adalah penelusuran Hitam Putih mengenai kehidupan para PSK di Makassar, Sulawesi Selatan yang sebagian besar sudah tertular HIV/AIDS.
Kota Makassar di Sulawesi Selatan, merupakan salah satu kota besar di Indonesia Timur yang memiliki kawasan hiburan malam cukup banyak. Tak kurang dari 90 lokasi yang diduga menjadi ajang bisnis seksual, beroperasi di kota ini.
Lokasi yang cukup menonjol sebagai tempat hiburan malam adalah kawasan Jalan Nusantara yang berhadapan langsung dengan Pelabuhan Makasar.
Diduga kuat, sebagian dari pekerja seks komersial di Makassar didatangkan lewat pelabuhan ini. Mereka adalah korban-korban perdagangan manusia atau trafficking yang sulit untuk bisa keluar, dari lingkungan tempatnya bekerja.

Tak bisa dihindari, seiring makin banyaknya perempuan yang menjajakan diri, penyakit kelamin pun semakin mengintai, khususnya AIDS. yaitu Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang menyebabkan hilangnya kekebalan tubuh seseorang akibat virus HIV atau Human Immuno Deficiency Virus.
Hal yang sangat membahayakan, saat ini, para pekerja seks yang sudah terpapar virus HIV, belum juga menghentikan aktivitas seksual dengan banyak lelaki langganannya. Bahkan, tidak sedikit, justru berusaha menutupi keadaan sesungguhnya agar tetap bisa mendapatkan uang.
Bayangkan, bila dalam seminggu ada 12 lelaki yang dilayani oleh seorang pekerja seks, berapa orang perempuan lain sebagai istri yang ikut tertular. Bahkan, tak menutup kemungkinan menular pula pada bayi yang tengah dikandung.
Seorang pemilik tempat hiburan di kawasan Jalan Nusantara, Makassar, beranggapan penggunaan kondom membuat kemungkinan penularan HIV/AIDS melalui para pekerja seks menjadi kecil. Apalagi dia merasa sudah melakukan seleksi ketat terhadap perempuan-perempuan yang mau menjadi pekerja seks komersial, dan telah menerapkan prosedur pemeriksaan kesehatan berkala.
Mereka tampaknya tak sadar, berbagai penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS, awalnya berasal dari hubungan seks tanpa kendali. Akibatnya, AIDS yang diperkirakan muncul di Afrika Sub Sahara pada abad ke 20, saat ini sudah menjadi wabah global. Badan Kesehatan PBB atau WHO memperkirakan, di tahun 2004 lalu saja, sekitar 3,5 juta melayang akibat AIDS di seluruh dunia.
Pencegahan penularan HIV/AIDS memang bukan sebatas masalah lokal, tetapi juga menjadi masalah dunia. Karena itu, berbagai lembaga dan badan, gencar melakukan penyuluhan, khususnya bagi pekerja seks, agar penyakit satu ini bisa diatasi.
Orang yang terjangkit virus HIV pada tahap awal, biasanya tak merasakan tanda-tanda berarti secara fisik. Fisik mulai menurun seiring berkurangnya kekebalan tubuh.
Biasanya, ditunjukkan oleh diare terus menerus, flu dan batuk yang tak kunjung sembuh, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan yang drastis, rambut rontok, serta berkeringat di waktu malam. Pada titik ini, seharusnya penderita AIDS atau disebut orang dengan HIV/AIDS, harus sudah menjalani terapi dengan anti retroviral.
Menurut Zulkifli yang mengelola kelompok relawan antisipasi HIV/AIDS, saat ini masih banyak orang, khususnya para PSK yang mengabaikan berbagai penjelasan mengenai penyakit tersebut. Bahkan, mereka juga sering tak peduli dengan bentuk-bentuk penularannya.
HIV/AIDS diyakini, tidak bisa diatasi hanya melalui bidang kesehatan, karena erat pula hubungannya dengan masalah sosial.
Pasalnya, kemiskinan sering memaksa orang bisa berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup, termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Hal ini biasanya dialami oleh perempuan-perempuan kalangan menengah ke bawah yang tidak mendapat pendidikan yang cukup.
Gambaran mengenai perempuan kelas bawah yang terpaksa terjun ke dunia prostitusi tampak dari para pekerja seks jalanan yang terjaring dan mendapat binaan dari panti-panti sosial, termasuk Panti Sosial Karya Wanita Mattiro Deceng, Makassar.
Diantara ratusan PSK kelas bawah ini, 85 persen diantaranya terindikasi terjangkit virus HIV. Bahkan ada pula yang dalam keadaan hamil.
Perempuan ini, kini tak berdaya menunggu kelahiran anaknya yang diperkirakan kembar. Meski tak bisa bicara banyak, dia sangat khawatir bila kelak anaknya ikut terpapar virus yang menyebabkan hadirnya penderitaan demi penderitaan.
Penyebaran HIV/AIDS bisa secara langsung melalui hubungan seks dan jarum suntik, atau secara tidak langsung dari ibu kepada anak yang dikandungnya. Kualitas hidup orang yang sudah terjangkit virus tersebut bisa tetap baik, bila menerapkan gaya hidup sehat serta menjalani terapi obat dengan benar.
Banyak cara-cara atau strategi yang dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran HIV/AIDS agar tidak menjadi sebuah bom waktu bagi umat manusia. Salah satu cara yang sederhana adalah dengan penyuluhan gencar terhadap kelompok berisiko tinggi tertular virus, yaitu pekerja seks.
Tanpa kita sadari, setiap tahun, hampir 2 juta 400 orang di seluruh dunia ikut menjadi korban perdagangan manusia.
Di Indonesia sendiri, tercatat sekitar 200 hingga 300 ribu orang, terutama kaum perempuan di bawah usia 18 tahun menjadi korban yang sebagian besar bekerja menjadi pemacu industri seks di kota-kota besar, seperti Medan, Batam, Pekan Baru, Jakarta, Surabaya, Makassar dan Bali. Diperkirakan, 150 ribu di antaranya telah terjangkit virus HIV. Menakutkan bukan??
Namun, bila memang sudah terjangkit, bukan berarti dunia benar-benar kiamat. Bagi para pekerja seks, dihimbau untuk beralih ke profesi lain, kendati ini jarang mereka penuhi, hingga fisik mereka tak lagi memungkinkan melayani kaum lelaki hidung belang.
Para relawan di berbagai daerah, termasuk di Makassar, mengharapkan orang yang terpapar virus HIV menerapkan gaya hidup sehat. Misalnya, banyak mengkonsumsi buah-buahan dan susu, serta berolahraga teratur.
Sehingga, bisa memperkuat kekebalan tubuh yang sudah dirasuki virus. Selain itu, bagi mereka yang berisikp tinggi terpapar virus seperti para pekerja seks, pelaku seks bebas, maupun pengguna jarum suntik, harus aktif memeriksakan diri.
Sebagian korban HIV/AIDS saat ini juga aktif mengisi di lembaga-lembaga konsultan AIDS untuk memberikan penyuluhan kepada sesama korban lainnya. Kebanyakan, mereka adalah mantan karyawan hiburan malam. Sehingga dia mudah menjaring atau membujuk para psk untuk memeriksakan kesehatan ke dokter.
Selain harus berjuang menghadapi penyakit, orang dengan HIV/AIDS juga harus berjuang mengatasi tekanan mental yang dihadapi atas perlakuan yang terasa menyakitkan.
Bila nasi sudah menjadi bubur, apalah daya ini. Hikmah tetap harus dipetik. Ketika sudah berani menyentuh sisi-sisi gelap kehidupan, harus berani pula menerima akibat yang didapat.
HIV/AIDS memang penyakit yang mengerikan. Namun, penderitanya atau dikenal sebagai orang dengan HIV/AIDS, tidak perlu dijauhi, karena penularannya cukup terbatas.